Seperti yang diungkapkan Kasim di buku Teater Rakyat di Indonesia, Analisis Kebudayaan, mengatakan bahwa kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Bentuk teater tradisional adalah teater yang berwujud sederhana, spontan, menyatu dengan kehidupan masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam jangka waktu yang panjang.
Kesenian tradisional yang berkembang di masyarakat merupakan bagian dari gagasan atau ide sebuah kelompok masyarakat yang dikemas secara artistik dan mengandung nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Kesenian tradisional ini perlu dijaga dan dilestarikan.
Menurut Soedarsono bahwa bentuk kesenian tradisional pada umumnya adalah sederhana dan mengandung nuansa sacral. Hal itu tampak pada kostum, property yang digunakan, dan fungsinya sebagai sarana ritual. Seperti dalam pertunjukan sandur ini memiliki sifat yang sederhana dan bernuansa sakral pada adegan jaranan. Berbentuk sederhana sebab pertunjukan ini hanya dilakukan di tanah lapang dan hanya memakai lampu penerangan dari obor, berbentuk sacral jika dilihat pada adegan jaranan seorang pemain anak laki-laki seperti kerasukan atau sudah trans.
Di era globalisasi seperti saat ini masuknya budaya asing tidak dapat dihindari. Masuknya budaya asing tersebut tentunya menimbulkan dampak yang berupa benturan dengan budaya tradisional. Dengan adanya budaya asing tidak mungkin budaya lokal akan bertahan lama. Sebab dari itu, disini saya akan mengangkat tentang kesenian sandur yang berada di Tuban.
Salah satu kesenian tradisional masyarakat Tuban yang sudah jarang ditemui ini termasuk seni pertunjukan dramatari, pertunjukan yang ada gerak tari dan teater. Arti kata sandur ini memiliki beberapa artian yaitu kata san yang berarti selesai panen(isan) dan dhur yang berarti ngedhur, dari sumber lain mengatakan bahwa sandur berasal dari bahasa Belanda yaitu soon yang artinya anak-anak dan doo yang berarti meneruskan. Sumber lain lagi menyebutkan bahwa sandur yang terdiri dari berbagai cerita tersebut dengan sandiwara ngedur, artinya kesenian itu terjadi karena berisi tentang berbagai macam cerita yang tak akan habis sampai pagi.
Kesenian sandur ini tumbuh dan berkembang sebagai aktivitas social budaya masyarakat agraris, yakni masyarakat yang hidup dengan pola dan sistem pertanian sebagai sumber kehidupan mereka. Seperti yang diungkapkan Plato misalnya mengaitkan potensi ini dengan fenomena alam sebagai sesuatu yang terberi bagi manusia. Seni adalah kegiatan estetik berdasarkan segala unsur yang ada di dalam alam. Menurut buku Sisi Indah Kehidupan Pemikiran Seni dan Kritik Teater milik Tommy F Awuy yang artinya, seni adalah sebuah wujud peniruan (mimesis, copy).
Jadi kesenian sandur memiliki peniruan gerak masyarakat agraris. Hal ini dapat dilihat dari bentuk pertunjukan dan isi cerita yang bertema tentang aktivitas pertanian seperti membajak sawah, menanam, dan memanen.
Adanya kesenian yang bernuansa tradisional seperti sandur sekarang ini sangat kurang diminati bagi generasi muda untuk melihat, mendengar maupun langsung mempelajari kesenian sandur ini. Terbukti bahwa di Tuban hanya ada satu pegiat kesenian sandur ini yaitu Ronggo Budoyo pimpinan Bapak Syakrun dari desa Randu Pokak Kecamatan Semanding kabupaten Tuban.
Dari adanya hanya ada satu Ronggo Budoyo ini menunjukan bahwa pertunjukan sandur ini sudah langka dijumpai di daerah Tuban, yang biasanya pertunjukan sandur ini dipertontonkan pada hari jadi Tuban, tapi sekarang sudah tidak ada lagi rangkaian acara hari jadi Tuban yang diisi hiburan pertunjukan sandur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar